Tuesday, July 22, 2008

Sejauh Apa Peranan Guru di Sekolah ?

Dasar anak goblok ! (red:dasar anak bodoh) membuat kegiatan seperti ini tidak bisa, kalau aku sih kecil kerjaan ini tidak butuh waktu yang lama untuk menyelesaikanya, kalian yang punya personil banyak sampai sekarang belum beres-beres ,makanya pakek otak dong….!

Salah satu kalimat yang keluar dari mulut seorang Pembina kami. Salah seorang guru yang lumayan dihormati di sekolah ini.Tapi menurutku bukan kata-kata “Goblok” yang menyakitkan bagi kami. Kalimat “Kalau aku sih kecil untuk melakukan pekerjaan ini”. Kalimat inilah yang terasa begitu menyakitkan karena seolah-olah apa yang kita kerjakan selama ini tidak ada harganya sama sekali dihadapan beliau. Kalau dilihat tingkat intelektual kami yang masih dini, hasil yang kita dapati sudah sangat memuaskan. Tentunya tidak akan bisa disamakan dengan beliau yang sudah mempunyai tingkat intelektual jauh diatas kami.Bahkan ketika rapat koordinasi sebuah kegiatan yang sebentar lagi akan diselenggarakan di sekolah kami sebagai perayaan HUT sekolahku. Kegiatan ini merupakan gabungan panitia dari guru dengan panitia anak OSIS.

Saat itu dengan cuaca yang sangat panas karena matahari tepat diatas ruangan tempat kami rapat.AC pun serasa tidak mampu mendinginkan ruangan.Selain itu perdebatan-perdebatan kecilpun sering terjadi ketika rapat tersebut berlangsung.Hingga kalimat itu keluar dari mulut presidium rapat yang mampu membungkam mulut kami dengan seketika. Pandangan dan tatapan mata kami kosong menerawang dan menatap Beliau yang ada di depan,hati kami bagaikan teriris-iris setelah mendengar kalimat itu. Semangat kami yang membara bagaikan api yang membakar kayu bakar yang takkan pernah padam terus membara.Tapi sayang semua ini tinggal kenangan perjuangan yang selama Ini kami agunu-agungkan.Yang kami banggakan telah sirna dalam sekejap, hanya rasa kecewa yang kami rasakan sekarang.Tapi dengan penuh rasa hormat kami pun ikuti perintah Beliau walaupun hati kami sebenarnya menolak. Padahal ketika OSIS menggelar kegiatan yang lumayan cukup besar untuk ukuran Kab. Ini, kondisi dikepanitiaan siswa tidak serumit ketika bergabung dengan panitia Guru. Ketika kegiatan sepenuhnya dihendel dari siswa, kami bisa mengeksploritasi dan mengembangkan kreasi kami tanpa ada beban berurusan dengan pihak selain panitia siswa.

Cerita di atas merupakan sedikit gambaran kekerasan yang terjadi dalam pendidikan, kekerasan yang dilakukan bukan secara fisik tapi kekerasan perasaan yang dilakukan oleh guru kepada siswa dalam kegiatan kesiswaan. Ironis memang seharusnya siswa diberi kebebasan untuk mengeksplor kreatifitas dan berekspresi sesuai dengan daya pikir dan kehendak siswa yang mereka inginkan Tapi, ketika guru ikut turun tangan seakan-akan kelihatan bahwa guru masih menyetir pikiran siswa. Padahal porsi mereka adalah sebagai panitia pendamping siswa, dan bukan menggantikan kepanitiaan siswa.Porsi yang seperti inilah yang saya anggap menyalahi aturan karena pada akhirnya bukan penyelesaian masalah yang didapat siswa tapi masalah baru dengan panitia pendampinglah yang didapat siswa. Bukankah ini membuat siswa menjadi tidak fokus pada kegiatan yang sedang dikelolanya.

( “Memainkan alat seperti ini sangat mudah bagiku, tidak perlu mengadakan kegiatan pelatihan yang 2 hari itu” ) Kalimat semacam inilah yang justru sangat mudah mematahkan semangat dari anak, karena mental anak masih mudah turun (down) serta minder. Padahal ketika ketika itu kami sedang serius-seriusnya latihan untuk menyiapkan pentas seni. Kalimat tersebut memang tidak kasar tapi bila dicermati kalimat inilah yang mematikan kreatifitas anak. Karena, tentunya memang beda tingkat kemampuan anak dengan orang dewasa. Kita misalkan Orang dewasa tidak akan langsung bisa tapi butuh proses menuju kemampuannya yang sekarang ini. Anak pun sama, untuk bisa berbicara lancar saja mereka melalui suatu tahapan satu demi satu. Melihat keseriusan masalah tersebut seharusnya anak patut kecewa, kondisi anak yang sudah mati-matian mengelola kegiatan yang menjadi komitmen bersama justru cercaan yang didapat. Memang kesadaran mengenai hak-hak anak dikalangan sekolah masih rendah bahkan masih banyak guru yang belum mengetahui tentang hak-hak anak dan keberadaan UUPA, bahkan diskriminasi pun sering terjadi di sekolah-sekolah . Sehingga menimbulkan rasa iri dan cemburu. Selain itu sering dijadikanya anak sebagai pelemparan kesalahan masih sering terjadi dilingkungan sekolah. Salah satu contohnya : disebuah kegiatan yang mengikutsertakan siswa dalam kepanitianya, Keterlambatan datangnya snack untuk konsumsi undangan, siswalah yang disalahkan. Padahal dari awal kami ketahui bahwa gurulah yang mengurusnya mulai dari pemesananan jenis snack dan jumlahnya.

Kejadian sepele seperti ini bisa menyebabkan orang-orang dewasa (guru) gagal dalam mengapresiasikan anak sebagai harapan bangsa dan memperlakukan anak sebagai objek dalam kehidupan sebagai pembantu dan patut dipersalahkan. Sebagai tempat pelampiasan ketidak puasan terhadap suatu kegiatan. Ya… haruslah kita maklumi bahwa banyak sekali kekerasan di Sekolah yang dilakukan oleh guru dengan cara halus. Dan kita ketahui bersama bahwa lembaga-lembaga nasional yang dibuat dan didirikan untuk melindungi hak anak-anak sekolah (pelajar) dan memperjuangkan nasib mereka, masih dapat dikatakan berjalan kurang maksimal. Hal ini bisa disebabkan karena minimnya sosialisasi tentang hak-hak anak. Bahkan dilingkungan pendidikan sendiri masih minim informasi tentang hal ini. Sehingga terjadilah kejadian-kejadian yang tidak memberikan rasa nyaman pada siswa semacam ini. Dan kenyamanan bagi siswa dilingkungan sekolah bukan hanya fasilitas ruang yang lengkap, ataupun gedung yang megah. Tapi kenyamanan beraktifitas, mengeksplor, mengembangkan kreatifitas dan dukungan dalam berkreatifitas inilah yang sangat dibutuhkan siswa.

Bagaimana nasib anak-anak kelak ?

Seharusnya kita pahami bahwa perjuangan anak tumbuh seiring dengan pengakuan dari hak asasi dan pola pikir anak untuk tumbuh kembang. Sebenarnya anak tidak menginginkan suatu penghargaan, tapi yang anak inginkan adalah kepercayaan, bahwa anak mampu menyelesaikan suatu pekerjaan. Namun sistem yang dianut dalam praktiknya, Dorongan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari suatu kegiatan, sebagai kebutuhan individual mereka mampu mengalahkan segalanya. Walaupun harus mengesampingkan hak-hak anak. Dengan prinsip didunia tidak ada yang gratis mampu menggeser nilai-nilai luhur dalam dunia pendidikan. Apalagi globalisasi yang dimotivasi memaksa manusia untuk kreatif demi mendapatkan laba. Tentu saja siswa dalam posisi lemah secara fisik, sosial dan mental menjadi pilihan alternatif untuk mencapai apa yang mereka inginkan.

Kondisi ini juga diperkeruh dengan adanya apresiasi budaya dan agama yang menterjemah hubungan siswa dengan guru, dimana guru adalah pihak yang bertanggung jawab untuk mendidik anak disekolah agar nanti kelak bias berguna bagi nusa dan bangsa,dan Pendapat guru lebih bisa apapun dari siswa diterjemahkan dengan salah, sehingga guru berhak melakukan apapun terhadap anak didiknya dengan alasan “Demi masa depan anak” , padahal dalam hal-hal tertentu anak lebih berkompeten dari pada orang dewasa. Karena dalam hal tertentu pula anak lebih mampu bekerja.

Disamping itu belum bisa terjawab teka-teki yang membelenggu di UUPA. Apakah UUPA mampu berperan dan memproses? Sebuah awal kata yang indah tatkala semua harapan yang selama ini di agung-agungkan dan diharap-harapkan oleh semua anak sekolah hanyalah mimpi-mimpi semu yang hanya lewat didepan pintu akal mereka. UUPA yang katanya telah memiliki eksistensinya yang besar untuk melindungi anak ternyata belum dirasakan oleh sebagian besar anak khususnya anak sekolah (Pelajar). Bukan fasilitas mewah dalam pendidikan yang sebenarnya kita harapkan tapi kebebasan, kepercayaan, dan mengembangkan kreasi yang juga menjadi harapan kami agar kedepanya nanti dalam berkreasi kita tidak hanya memikirkan seberapa besar materi yang kita dapat tapi kepuasan menjadi salah satu keinginan kami.

UUPA (dibaca: Undang-Undang Perlindungan anak) Sebagai panutan dan harapan anak Indonesia diharapkan mampu membawa realisasi dari mimpi-mimpi nyata untuk melindungi pola pikir anak seiring dengan perjalanan waktu.

Selain itu, Guru yang seharusnya mendukung dan membantu dalam pembinaan anak didiknya ternyata telah mengalami kesurutan. Nurani seorang guru harusnyalah tidak hanya mengajarkan ilmu pada siswanya tapi juga mendidik mereka agar memiliki mental yang bagus sebagai penerus bangsa. Guru yang mempunyai nurani tidak akan pernah mematahkan semangat siswanya dalam berkarya. Justru dukunganlah yang diberikan kepada siswanya agar suatu pekerjaan bisa diselesaikanya dengan baik dan memuaskan untuk ukuran pelajar. Sebenarnya disemua jenis kegiatan apapun apabila terjadi keseimbangan antara kerjasama guru dengan siswa pastilah kegiatan tersebut akan sukses besar dibelakangnya. Tapi sayang disuatu ketika guru terlalu turun tangan. Tapi disisi lain ada juga kegiatan yang seharusnya milik dan garapan guru ternyata juga di Cancut tali Wondo oleh siswa dan tetap siswa yang dipersalahkan bila ada kekeliruan dalam kegiatan mereka. Memang cukup ironis ketika guru yang seharusnya memberikan masukan, dukungan, dan dorongan untuk perubahan yang lebih baik kepada anak didiknya ternyata kurang dirasakan sumbang sihnya. lalu Sejauh Apa Peranan Guru di Sekolah ? Cuma sekedar mentransfer ilmu atau masih ada peranan yang lain......................?


Oleh :
Reni Magarista
SMK Negeri 1 Ponorogo
Kab. Ponorogo
Jawa Timur

Wednesday, July 2, 2008

REKOMENDASI FORUM ANAK PONOROGO 2008

Rekomendasi ke masyarakat


  1. adanya masyarakat yang kondusif untuk memikirkan anak

  2. stop penganiayaan terhadap anak

  3. beri anak perhatian

  4. masyarakat turut serta dalam sosialisasi KHA

  5. orangtua berperan aktiv dalam mendidik anak, yang tidak membatasi daya kreativitasnya

  6. kepada orang tua, beri kami kepercayaan Insya allah kami akan berkarya

  7. dalam mendidik anak jangan Cuma menyuruh aja (anak di perintah )

  8. meski kami anak, pendapat kami harap di dengarkan (Pertengkaran dalam keluarga)

  9. masyarakat juga bertanggung jawab terhadap anak terlantar. Contoh pencari rongsok

  10. masyarakat berpartisipasi dalam dunia pendidikan

  11. orang tua / masyarakat mengurangi tempat - tempat yang tidak baik untuk anak (tempat tongkrongan)

  12. kita bersama menjaga sarana dan prasarana umum

  13. untuk orang tua jangan diskriminasidalam segala hal

  14. bersama membantu masyarakat dalam bidang kesehatan

  15. untuk guru dalam mengajar jangan terlalu keras dan jangan banyak bercanda dan jangan merokok


Rekomendasi ke diri sendiri / anak

  1. masyarakat berpartisipasi dalam keamanan anak ( agar Anak terjauh dari Narkoba dan dunia kriminal / pencurian )

  2. ada disiplin dalam masyarakat (Jam Molor sudah jadi budaya / harus di hapuskan)

  3. ikut wajib belajar 12 tahun

  4. tidak membedakan anak desa dan anak kota

  5. anak ponorogo bisa mendapat pendidikan setinggi – tingginya tanpa membedakan anak miskin / kaya

  6. pandai dalam mengambil tindakan dan sungguh –sungguh dalam pelaksanaanya

  7. mendapatkan teman sebanyak – banyaknya, tanpa membeda -bedakan

  8. pendapat dari anak di tampung dan di salurkan

  9. berharap bisa sekolah dan memcapai cita – cita yang di impikan

  10. ingin ikut menjadikan Ponorogo Ramah anak

  11. membuang sampah pada tempatnya, di mulai dari hal – hal kecil untuk mencapai hal yang besar

  12. kita harus lebih maju dan berprestasi


Rekomendasi ke Pemerintahan

  1. Menyejahterakan masyarakat agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi

  2. Memberi kebebasan dan kemudhan menuntut ilmu

  3. Agar lebih perhatian terhadap anak - anak di daerah terpencil

  4. Memberi kesempatan sekolah buat anak – anak tidak mampu

  5. Mendengarkan aspirasi anak - anak

  6. Menurunkan biaya pendidikan / mengoptimalkan anggaran pendidikan 20 %

  7. Jangan hanya koleksi moto – moto

  8. Memberi sembako gratis

  9. Meniadakan polusi pabrik

  10. Sosialisai pentingnya akta kelahiran ke pedesaan

  11. Mengutamakan gizi anak terutama di ponorogo

  12. Memperhatikan Fasilitas sekolah

  13. Lebih peduli pada kegiatan - kegiatan pembentuk pribadi generasi muda

  14. Penghapusan situs - situs porno

  15. Berantas KKN di semua Instansi

  16. Penerapan UUPA

  17. Menyediakan lowongan kerja

  18. Menjadikan ponorogo ramah anak

  19. Memperhatikan anak gelandangan

  20. Membasmi warung –warung prositusi

  21. Memperhatikan nasib anak asuh dan anak yang bekerja

  22. Meningkatkan kualitas tenaga pendidik

  23. Memperhatikan kasus- kasus pelcehan seksual

  24. Akte kelahiran gratis

  25. Memelihara aset – aset wisata ponorogo

  26. Memperhatikan nasib anak - anak putus sekolah

  27. Peraturan jam malam untuk remaja

  28. Peningktan sarana pendidikan

  29. Sosialisasi UUPA ke daerah – daerah terpencil

  30. Adanya PERDA tentang pungutan sekolah

  31. Penghijauan Ponorogo

  32. Memperbaiki sarana dan prasarana

  33. Mengawasi distribusi dana BOS.


semoga semua rekomendasi ini benar-benar bisa ditindak lanjuti oleh semua pihak. A m i n

KONGRES ANAK PONOROGO 2008

SAATNYA PENDAPAT ANAK DIDENGAR”

Telaga ngebel menjadi saksi bisu kegiatan ini, kegiatan yang dihadiri oleh berbagai perwakilan anak dari segala penjuru di kabupaten Ponorogo. Kegiatan yang dilakukan selama 3 hari dimulai dari seminar pada tanggal 23 Juni 2008 dan diakhiri dengan pembacaan rekomendasi dari anak pada tanggal 26 Juni 2008.

Kegiatan ini mengambil tema “SAATNYA PENDAPAT ANAK DIDENGAR”, karena memang sudah sepantasnya pendapat anak yang menjadi pendapat kelompok minoritas untuk dapat didengar dan dipertimbangkan oleh para pemegang kebijakan. Selain itu kegiatan kongres ini juga bertujuan untuk menyatukan semua pendapat/aspirasi anak dengan harapan dapat menjadi masukan bagi para pemegang kebijakan, dalam meutuskan semua keputusan yang terbaik bagi anak.

Kegiatan kongres ini merupakan rangkaian dari beberapa kegiatan besar, antara lain adalah seminar perlindungan anak, forum anak ponorogo, dan workshop menggagas ponorogo ramah anak 2010. Kongres anak ponorogo 2008, diawali dengan seminar perlindungan anak yang bertempat di hotel telaga rejo ngebel, dengan nara sumber bapak Anwar dari LSM JARAK, dan ibu Endang S Amperawati selaku perwakilan KPPA (komite perlindungan perempuan dan anak) kabupaten Ponorogo, peserta dalam seminar ini adalah perwakilan kelompok anak dibeberapa desa binaan PUSAR, perwakilan anak tiap kecamatan, perwakilan OSIS SMP dan SMA kecamatan ponorogo, aparat pemerintah, dan pendamping anak dari tiap kecamtan. Setelah acara seminar berakhir, peserta di bagi menjadi dua kelompok kegiatan, yakni kelompok anak-anak yang menjadi peserta dalam kegiatan forum anak ponorogo, dan kelompok orang dewasa (aparat pemerintah, dan pendamping anak), yang nantinya akan berproses tersendiri dengan fasilitator tersendiri pula.


FORUM ANAK PONOROGO

SAYA ANAK INDONESIA SEJATI, MANDIRI DAN KREATIF”

Forum anak ponorogo merupakan salah satu kegiatan yang ada dalam rangkaian kongres anak ponorogo 2008. kegiatan ini diadakan disekitaran Wisma Songgolangit, dengan kondisi tempat seadanya, proses kegiatan dilakukan didalam tenda TAGANA(taruna siaga bencana) milik dinas sosial kabupaten ponorogo, namun hal ini tidak mengurangi semangat peserta untuk mengikuti forum anak, dalam forum ini peserta yang terdiri dari perwakilan anak berbagai kecamatan melakukan beberapa proses diskusi yang akhirnya menghasilkan beberapa rekomendasi untuk anak-anak sendiri, rekomendasi untuk masyarakat, dan rekomendasi untuk pemerintahan.

Kegiatan ini dikemas sesuai dengan dunia anak-anak untuk bermain dan belajar, karena itulah pada forum ini tidak ada suatu diskusi yang terlalu memeras pikiran anak-anak. Proses acara dibuat sesantai mungkin, agar semua umuran anak dapat memahami proses dan mencapai tujuan forum anak.

Awal kegiatan forum, peserta diajak untuk melakukan beberapa out bound ringan, dengan tujuan peserta dapat saling membaur dan mengenal teman-teman satu kelompoknya.

Kegiatan berikutnya pada malam hari, peserta diajak untuk memperkenalkan diri dengan metode gambar kelompok, selain itu tiap kelompok juga diminta untuk menuliskan beberapa hikmah yang didapat ketika out bound siang tadi. Setelah session perkenalan peserta forum di jelaskan tentang alur kegiatan forum anak.

Pada malam itu pula, peserta diberikan penjelasan tentang KHA (konvensi hak anak) dan UUPA (undang-undang perlindungan anak), harapannya peserta dapat mengetahui apa saja hak mereka, dan kenapa KHA dibuat serta kenapa pula kita perlu tahu tentang UUPA yang menjadi paying hokum kita, pasalnya peserta forum mayoritas masih berumur kurang dari 18 thn, meskipun ada beberapa peserta yang berumur lebih dari 18 tahun.

Pada hari berikutnya tiap kelompok diajak untuk mengambarkan kondisi pemenuhan hak anak di ponorogo dalam sebuah kertas gambar, gambaran pemenuhan hak anak meliputi beberapa hal antaranya tingkat kekerasan pada anak yang mengunakan metode body mapping, dan beberapa gambaran problematika tentang pendidikan kesehatan dan lingkungan sekitar, yang kemudian dipresentasikan dalam kolompok besar.

Proses berikutnya tiap kelompok diminta untuk menuliskan, ataupun mengambarkan harapan-harapan ataupun usulan-usulan mereka agar masalah tersebut teratasi. Semua harapan dan usulan tersebut mereka tuangkan dalam sebuah mading kelompok, dan dari presentasi madding kelompok serta pendapat tiap peserta panitia membuat rumusan tentang harapan dan usulan mereka yang nantinya akan menjadi rekomendasi forum anak dan dibacakan oleh perwakilan anak dalam acara rapat pleno workshop orang-orang dewasa.

Malam harinya tiap kelompokm diminta untuk menampilkan beberapa pementasan, untuk mengisi kegiatan api unggun dalam rangka malam perpisahan forum anak. Acara api unggun semakin meriah ketika letusan kembang api bergema dan pementasan kelompokpun dimulai.

Hari berikunya kegiatan diisi dengan pembacaan rekomendasi dalam workshop yang diwakili oleh Dimas perwakilan dari SMP I Ponorogo dan Ria perwakilan dari kecamatan Sawoo. Kegiatn untuk peserta lainnya yang masih berada di lokasi forum anak yaitu pemilihan perwakilan Ponorogo untuk mengikuti kongres anak tingkat provinsi di Surabaya pada tanggal 27-29 Juni 2008. dari hasil pemilihan secara langsung dan demokratis didapati Reny margarita perwakilan SMK 1 Ponorogo dan Wahyu hendri perwakilan Kecamatan Pulung yang berangkat ke Surabaya mewakili Ponorogo dalam kongres anak tingkat Provinsi.

Acara berikutnya adalah tes tulis untuk para peserta forum, selain itu dalam lembar Formulir, dari pihak panitia mencantumkan pilihan bagi peserta untuk bergabung ataupun tidak bergabung menjadi pengurus Paguyuban Anak Ponorogo periode 2008-2009, dari hasil perhitungan formulir, didapati 60% peserta bergabung menjadi pengurus PAP periode 2008-2009.

Kegiatan forum kemudian diakhiri dengan bersalaman bersama sambil menyanyikan lagu sayonara, dan pembagian sertifikat pada pukul 12.00 hari terakhir. Yang paling menarik dari kegiatan ini adalah kegiatan forum anak ini dilakukan oleh anak-anak sendiri sebagai fasilitator dan coordinator acara, sehingga orang dewasa hanya mendampingi.

Berbagai harapan disatukan, berbagai proses dijalani, semua ini demi mewujudkan Ponorogo yang ramah anak, dari anak oleh anak untuk semua orang.